Siapa yang Membangun Masjid Al Aqsa ? – Ada beberapa tahapan pembangunan Masjid Al-Aqsa, terletak di Kota Tua Jerusalem, Al Aqsa merupakan salah satu situs paling suci dalam agama Islam. Namanya berasal dari deskripsi Al-Qur’an tentang perjalanan malam Nabi Muhammad ﷺ ke ‘tempat yang paling jauh’ (Al-Isra’ wal-Mi’raj), yang diidentifikasi secara luas sebagai Jerusalem dan lokasi Masjid Al-Aqsa. Bangunan ini memiliki sejarah yang kaya dan signifikansi mendalam dalam Islam, bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat budaya dan politik.
Jika melihat lebih menyeluruh, kota Jerusalem atau Al – Quds merupakan kota suci bagi tiga agama sekaligus, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi. Ketiganya mempunyai sejarah panjang di kota Jerusalem, maka dari itu ketiga umat tersebut merasa memiliki kota Jerusalem
Pembangunan Masjid Al-Aqsa dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, khalifah kedua dalam sejarah Islam. Setelah pasukan Islam memenangkan penaklukan Jerusalem pada tahun 637 M, Khalifah Umar memasuki kota itu sebagai penakluk yang adil. Dalam semangat toleransi dan keadilan, dia meminta Patriark Sophronius untuk menunjukkan tempat suci bagi Muslim untuk beribadah. Pada saat itu, situs itu telah dihuni oleh bangunan gereja Kristen, tetapi lokasi ini dipilih sebagai tempat untuk membangun masjid.
Khalifah Umar dan para pengikutnya membersihkan area tersebut dan memulai pembangunan masjid, yang kemudian dikenal sebagai Masjid Al-Aqsa. Bangunan awalnya sederhana, terbuat dari batu dan kayu, tetapi ini adalah langkah penting dalam mengukuhkan kehadiran Islam di Jerusalem dan memberikan akses bagi umat Islam untuk beribadah di situs yang dianggap suci ini.
Inilah indahnya Islam, kedatangan pasukan Muslim ke suatu wilayah bukan untuk menjajah, melainkan untuk memperbaiki peradaban yang terbelakan menjadi berkembang dan berkemajuan tanpa ada pihak yang dirugikan.
Setelah pembangunan awal oleh Khalifah Umar, Masjid Al-Aqsa mengalami serangkaian perluasan dan renovasi di bawah pemerintahan berbagai dinasti Islam. Salah satu perluasan terbesar terjadi selama pemerintahan Dinasti Umayyah, ketika Khalifah Abdul Malik ibn Marwan memerintahkan pembangunan Kubah Batu yang ikonik pada tahun 691 M. Kubah Batu, atau Dome of the Rock, tidak hanya menjadi fitur arsitektur terkemuka dalam Islam, tetapi juga menandai tempat yang dianggap sebagai tempat di mana Nabi Muhammad ﷺ melakukan Isra’ wal-Mi’raj.
Kemudian, selama masa kekuasaan Abbasiyah, Masjid Al-Aqsa terus menerima perhatian dan pengembangan lebih lanjut. Salah satu penambahan yang signifikan adalah pembangunan menara pintu masuk ke selatan, yang dikenal sebagai Menara Al-Buraq, yang menjadi ciri khas dari arsitektur masjid tersebut.
Pada abad ke-13 M, Jerusalem jatuh ke tangan Dinasti Mamluk Mesir setelah kekalahan pasukan Salib. Mamluk memperluas dan memperindah Masjid Al-Aqsa, menambahkan aula baru, madrasah, dan bangunan-bangunan lainnya. Salah satu fitur menonjol dari masa ini adalah penggunaan mozaik dan seni kaligrafi yang indah di dalam masjid, menunjukkan kecintaan Mamluk terhadap seni dan arsitektur Islam.
Selama berabad-abad berikutnya, Masjid Al-Aqsa terus menjadi pusat kegiatan keagamaan, pendidikan, dan budaya bagi umat Islam di wilayah tersebut. Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menjadi pusat pembelajaran agama dan ilmu pengetahuan, dengan berbagai institusi pendidikan Islam yang berkembang di sekitarnya.
Bagi umat Islam, Masjid Al-Aqsa memiliki makna yang mendalam dan multifaset. Secara religius, masjid ini dianggap sebagai salah satu dari tiga masjid yang paling suci dalam Islam, bersama dengan Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Kepentingan ini diperkuat oleh sejumlah hadis yang menegaskan pentingnya berziarah ke masjid ini dan melakukan shalat di dalamnya.
Secara politis, Masjid Al-Aqsa juga memiliki simbolisme yang besar. Jerusalem, di mana masjid ini berada, memiliki status politik yang kompleks dan sensitif dalam hubungan antara Israel dan Palestina. Masjid Al-Aqsa sering menjadi titik fokus ketegangan dan konflik antara kedua belah pihak, karena situs suci ini dianggap sebagai warisan spiritual bagi umat Islam dan juga menjadi simbol nasionalisme Palestina.
Masjid Al-Aqsa bukan hanya sebuah bangunan, tetapi juga simbol keimanan, sejarah, dan identitas bagi umat Islam di seluruh dunia. Dibangun pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, masjid ini telah menjadi pusat kegiatan keagamaan, pendidikan, dan budaya selama lebih dari 1.300 tahun. Pengembangan dan perluasan yang terjadi selama berabad-abad mencerminkan penghargaan umat Islam terhadap situs suci ini.
Namun, Masjid Al-Aqsa juga menjadi saksi bisu bagi konflik dan ketegangan yang berlangsung di Jerusalem. Perlindungan dan pemeliharaan masjid ini menjadi penting dalam memastikan kelangsungan warisan spiritual umat Islam dan juga dalam mencapai perdamaian dan keadilan di wilayah tersebut.